[Pengkajian]: Menghadapi Era Digital: Hambatan dalam Optimalisasi Teknologi Pendidikan
![]() |
| Sumber: Pinterest |
Latar Belakang
Teknologi memiliki peran besar
dalam dunia pendidikan modern, khususnya di Indonesia. Dengan hadirnya internet
dan perangkat digital, proses belajar tidak lagi terbatas pada buku teks atau
ruang kelas. Siswa dapat mencari informasi dari berbagai sumber online,
mengikuti kursus digital, hingga melihat materi pembelajaran multimedia yang
lebih mudah dipahami.
Bagi guru, teknologi membantu
menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif melalui video, presentasi,
platform belajar, dan aplikasi edukasi lainnya. Selain itu, teknologi juga
mempermudah komunikasi antara guru dan siswa, baik melalui kelas virtual, forum
diskusi, maupun aplikasi pembelajaran. Di sisi administrasi sekolah, teknologi
membantu pengolahan data, penilaian, absensi, dan penyusunan laporan secara
lebih cepat dan akurat. Sistem informasi akademik membuat manajemen sekolah
lebih efektif dan efisien.
Namun, pemanfaatan teknologi dalam
pendidikan masih menghadapi tantangan, seperti kesenjangan akses antara daerah
kota dan desa serta keterbatasan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi.
Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur digital dan pelatihan bagi pendidik
menjadi kebutuhan penting. Secara keseluruhan, teknologi sangat berpengaruh
dalam mendukung pembelajaran yang lebih fleksibel, terbuka, dan relevan dengan
era global. Dengan pemanfaatan yang tepat, teknologi dapat meningkatkan
kualitas pendidikan dan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan.
Permasalahan
umum yang terjadi terkait optimalisasi teknologi pendidikan:
1. Kesenjangan Akses Teknologi
Tidak
semua siswa memiliki fasilitas digital memadai, terutama di wilayah 3T,
sehingga muncul ketimpangan kesempatan belajar (digital divide). Pendidikan
harus tetap inklusif agar tidak ada yang tertinggal.
2. Ketergantungan pada Teknologi
AI
memudahkan pembelajaran, namun berisiko membuat guru dan siswa terlalu
bergantung sehingga mengurangi kemandirian dan kedalaman berpikir.
3. Peran Guru Berubah
Guru
tidak lagi sekadar sumber informasi, tetapi beralih menjadi fasilitator,
mentor, dan pendamping, yang menuntut adaptasi kompetensi digital dan pola
pikir.
4. Etika dan Keamanan Data
Data
siswa yang dikumpulkan AI berpotensi disalahgunakan. Diperlukan perhatian pada
keadilan algoritma dan perlindungan data serta integrasi etika digital dalam
kurikulum.
5. Pergeseran Nilai Pendidikan
Teknologi
tidak mampu menggantikan pembentukan nilai kemanusiaan seperti empati dan
kejujuran. Pendidikan tetap harus fokus pada pengembangan karakter, bukan hanya
kemampuan kognitif.
Rumusan
Masalah:
1. Bagaimana pemahaman dan penerapan
teknologi pendidikan pada satuan pendidikan di era digital saat ini?
2. Apa saja hambatan yang muncul dalam
optimalisasi teknologi pendidikan, baik dari aspek infrastruktur, sumber daya
manusia, kurikulum, maupun faktor sosial dan psikologis?
3. Bagaimana hambatan tersebut
memengaruhi kualitas dan pemerataan proses pembelajaran di Indonesia?
4. Apa saja bentuk kesenjangan sosial
yang terjadi antara sekolah atau peserta didik?
5. Upaya dan solusi apa yang dapat
diterapkan untuk mengatasi hambatan dalam optimalisasi teknologi pendidikan
agar pemanfaatannya lebih efektif, merata, dan berkelanjutan?
Tujuan
Pengkajian
1. Mendeskripsikan
definisi dan posisi teknologi pendidikan di era digital sebagai bagian penting
dalam proses pembelajaran.
2. Mengidentifikasi berbagai hambatan
yang mengganggu optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pendidikan.
3. Menganalisis dampak hambatan
tersebut terhadap efektivitas pembelajaran, motivasi belajar siswa, kesenjangan
akses, serta kualitas hasil belajar.
4. Mengkaji studi kasus terkait
pemanfaatan teknologi yang belum optimis dalam konteks pendidikan di Indonesia.
5. Merumuskan
solusi dan rekomendasi untuk meningkatkan kesiapan tenaga pendidik, sistem
pendidikan, serta akses dan etika penggunaan teknologi pendidikan di masa
depan.
Teknologi pendidikan adalah
perkembangan alat bantu untuk memudahkan pekerjaan manusia. Teknologi juga
sebagai alat untuk pemanfaatan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Teknologi pun
memasuki berbagai bidang dalam kehidupan manusia untuk meningkatkan efektivitas
suatu produksi ataupun kegiatan untuk penggunanya. Dunia pendidikan pun tidak
luput dari integrasi teknologi dalam rangka efektivitas dan efisiensi
pembelajaran. Teknologi dalam bidang pendidikan juga harus dapat dikembangkan
dengan baik demi terwujudnya kehidupan bangsa yang cerdas yang tertuang dalam
UUD 1945.
Hambatan
dalam Optimalisasi Teknologi
A.
Hambatan
Infrastruktur
Hambatan
infrastruktur menjadi salah satu faktor utama yang menghambat optimalisasi
pemanfaatan teknologi pendidikan di Indonesia. Infrastruktur yang tidak memadai
membuat proses pembelajaran berbasis digital sulit diterapkan secara merata,
terutama pada satuan pendidikan di wilayah terpencil.
1.
Keterbatasan
perangkat (laptop, gadget, proyektor)
Tidak
semua sekolah memiliki fasilitas perangkat teknologi yang memadai, seperti
laptop, komputer, proyektor, atau gadget untuk mendukung pembelajaran digital.
Di banyak sekolah, jumlah perangkat yang tersedia tidak sebanding dengan
kebutuhan siswa, sehingga penggunaannya harus dilakukan bergantian dan tidak
efisien. Keterbatasan ini semakin terasa di daerah 3T (tertinggal, terdepan,
dan terluar), di mana pengadaan sarana teknologi sering terhambat oleh kondisi
geografis serta keterbatasan pendanaan. Akibatnya, pembelajaran digital tidak
dapat diterapkan secara maksimal.
2.
Koneksi
internet yang tidak memadai
Akses
internet yang stabil dan cepat merupakan kebutuhan utama dalam pelaksanaan
pembelajaran berbasis teknologi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa
masih banyak sekolah yang menghadapi koneksi internet lemah, sering terputus,
atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Ketidakstabilan jaringan menyebabkan
proses pembelajaran digital, seperti mengakses materi online, video
pembelajaran, dan platform e-learning menjadi terhambat. Situasi ini membuat
siswa mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran secara sinkron, sehingga
kualitas proses belajar menjadi tidak optimal.
3.
Biaya
pengadaan dan perawatan teknologi
Pengadaan
perangkat teknologi memerlukan biaya yang cukup besar, mulai dari pembelian
komputer, instalasi jaringan internet, hingga pengadaan perangkat multimedia.
Selain biaya awal, sekolah juga harus menanggung biaya perawatan rutin untuk
memastikan perangkat tetap berfungsi dengan baik. Hal ini menjadi tantangan
bagi sekolah dengan anggaran terbatas, terutama sekolah negeri di daerah
pedesaan atau sekolah dengan sumber pendanaan sekolah yang minim. Tanpa
dukungan anggaran yang memadai, teknologi sulit digunakan secara berkelanjutan.
A.
Hambatan
SDM (Guru dan Siswa)
Berdasarkan
hasil observasi awal yang dilakukan oleh Tetty Barokah dkk, diperoleh data
bahwa guru belum sepenuhnya memahami terkait penggunaan media pembelajaran
berbasis digital. Banyak dari mereka masih mengalami kesulitan dalam penggunaan
dan juga persiapan dalam menyiapkan media pembelajaran yang akan diterapkan
dalam pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk
kurangnya pelatihan yang memadai, serta keterbatasan Waktu yang tersedia untuk
mempersiapkan materi dan juga media pembelajaran. Dengan Waktu yang terbatas,
guru sering kali merasa tertekan dan tidak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi berbagai alat dan sumber daya digital yang dapat meningkatkan
kualitas (Tetty Barrokah dkk 2025). Akibatnya, penggunaan teknologi di kelas
sering hanya sebatas “tahu”, bukan “mahir”. Guru akhirnya kembali ke metode
lama karena merasa lebih nyaman dan tidak menghabiskan banyak waktu.
Meski
siswa terlihat mahir memakai gadget, bukan berarti mereka punya literasi
digital yang baik. Banyak siswa kesulitan membedakan informasi valid dari
hoaks, bingung meng-upload tugas, atau bahkan tidak paham cara memakai
platform pembelajaran. Mereka lebih fasih bermain game dan media sosial
daripada mengoperasikan aplikasi untuk belajar. Dampaknya, pembelajaran
berbasis teknologi tidak berjalan lancar dan guru harus mengulang instruksi
berkali-kali.
Baik
guru maupun siswa kadang menolak perubahan karena merasa cemas atau tidak siap.
Guru bisa takut “salah pencet” atau khawatir dianggap tidak kompeten. Begitu pun
dengan siswa, meski terlihat dekat dengan teknologi, sering kali pembelajaran
digital lebih membosankan atau sulit diikuti. Budaya sekolah yang belum
mendukung inovasi juga membuat proses adaptasi makin lambat. Akhirnya teknologi
hanya digunakan sebagian padahal sudah difasilitasi.
B.
Hambatan
Kurikulum dan Sistem
Menurut
Hidayat dan Lestari (2020) Kebijakan sekolah yang tidak konsisten dan
minimnya dukungan institusional menjadi kendala utama dalam pemanfaatan
teknologi pendidikan secara berkelanjutan, Tidak semua sekolah memiliki
kebijakan yang jelas terkait penggunaan gadget. Kurangnya manajemen dan pedoman
penggunaan membuat penerapan teknologi berjalan tidak seragam dan menimbulkan
hambatan, baik dalam pengawasan maupun pemanfaatannya untuk pembelajaran. Beban
administrasi digital yang tidak terkelola dengan baik dapat mengurangi
efektivitas guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. (Rahmawati,
2022) Digitalisasi sekolah sering kali menambah beban administrasi bagi guru,
mulai dari pelaporan online, pengelolaan aplikasi pembelajaran, hingga pemantauan
aktivitas siswa. Alih-alih mempermudah, proses ini terkadang justru menyita
waktu guru dan mengurangi fokus pada kegiatan mengajar.
C.
Hambatan
Sosial dan Psikologis
Ketidaksetaraan
dalam hal akses terhadap teknologi digital, terkhusus internet dan juga
perangkat yang mendukungnya, kesenjangan ini muncul ketika sebagian individu
atau kelompok masyarakat mendapatkan akses teknologi digital yang lebih
memadai, sedangkan yang lain masih tidak mampu mengikutinya. Gadget telah
memberikan peran besar dalam mendorong perkembangan proses belajar mengajar.
Meski begitu, pemanfaatannya tetap perlu diatur secara bijaksana agar tidak
menimbulkan dampak negatif. Pengawasan yang tepat dari guru, orang tua, serta
kesadaran siswa sendiri sangat dibutuhkan untuk memastikan gadget benar-benar
dimanfaatkan secara maksimal dalam menunjang kegiatan pendidikan. Dengan
kemampuan literasi digital yang memadai serta pemahaman akan pentingnya menjaga
keseimbangan dalam penggunaannya, gadget dapat menjadi sarana yang sangat
efektif untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Penggunaan gadget dalam kegiatan belajar tidak hanya menimbulkan gangguan secara teknis, tetapi juga menciptakan hambatan sosial dan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran. Hambatan-hambatan ini sering muncul karena interaksi pengguna dengan lingkungan digital yang tidak terkontrol, sehingga memicu perubahan perilaku dan pola perhatian. Secara psikologis Notifikasi, aplikasi hiburan, dan fitur interaktif memicu attention shifting yang berulang, kondisi ini membuat siswa sulit mempertahankan fokus dalam waktu lama, sehingga menghambat pemahaman materi. Siswa yang belum memiliki kemampuan mengelola diri dengan baik cenderung mudah terdistraksi ketika menggunakan gadget, kurangnya kontrol ini berdampak langsung pada efektivitas belajar.
Dampak
Hambatan terhadap Proses Pembelajaran
Tidak meratanya akses terhadap
teknologi dan internet menyebabkan mutu pembelajaran lewat teknologi pun
beragam antar siswa maupun sekolah. Sekolah atau siswa dengan infrastruktur
memadai bisa menikmati fasilitas pembelajaran digital, sementara yang lain
tetap mengandalkan metode konvensional sehingga ketimpangan kualitas terjadi.
Hal ini diperkuat oleh studi yang menunjukkan bahwa kesenjangan akses dan
infrastruktur menyebabkan ketidaksetaraan dalam pembelajaran digital.
Hambatan seperti kurangnya
perangkat, infrastruktur, dan literasi digital membuat institusi pendidikan
kesulitan untuk mengembangkan atau menerapkan metode pembelajaran digital yang
inovatif, meskipun memiliki potensi inovasi yang besar, akibatnya transformasi
ke metode pembelajaran modern tersendat dan kurikulum digital kurang
berkembang. Keterbatasan infrastruktur TIK seperti sinyal internet lemah dan
perangkat minim membuat pembelajaran digital tidak berjalan optimal, sehingga
efektivitas menurun drastis di wilayah 3T. Penelitian Universitas Negeri Malang
(2024) menyatakan tingkat ketuntasan belajar selama e-learning hanya
60,4%, dengan 40% siswa gagal mencapai standar karena kurangnya interaksi dan engagement
rendah. Akibatnya, motivasi siswa pudar karena merasa kewalahan, sebagaimana
survei Kemendikbud mencatat 70% siswa SMA tidak puas dengan kualitas
pembelajaran online akibat akses tidak merata.
Siswa perkotaan dengan akses
teknologi lengkap meraih capaian akademik lebih tinggi melalui konten
interaktif, sementara siswa pedesaan terhambat infrastruktur hingga gap semakin
lebar. Tri Ariqoh (2024) menegaskan kesenjangan ini menciptakan ketidakmerataan
dalam kualitas dan akses pendidikan, di mana siswa tanpa perangkat kehilangan
sumber daya belajar utama. P. Wulandari (2025) menambahkan bahwa anak keluarga
miskin "tidak memiliki akses sama terhadap perangkat dan sumber digital,
memperburuk perbedaan hasil belajar antar kelompok sosial-ekonomi.
Studi
Kasus
Sebuah studi oleh Kesenjangan
Kemampuan Literasi Siswa Sekolah Dasar di Daerah Perkotaan, Pinggiran Kota, dan
Pedesaan (Yudiana, Putri & Antara, 2023) menemukan bahwa kemampuan
literasi, termasuk literasi digital antara siswa di perkotaan, pinggiran kota,
dan pedesaan sangat berbeda. Siswa di pedesaan cenderung memiliki skor literasi
lebih rendah dibanding siswa perkotaan, yang mencerminkan perbedaan dalam akses
terhadap fasilitas dan sumber belajar. Kasus di wilayah pedesaan semakin
diperkuat oleh penelitian di Kesenjangan Akses Internet dan Dampaknya Terhadap
Kualitas Pendidikan Di Desa Tampelas Kecamatan Kamipang Kabupaten Katingan
(Herman, Permadi & Verawati, 2025). Di desa ini, akses internet terbatas
dan sinyal sering tidak stabil, sehingga pembelajaran daring tidak dapat
dilakukan dengan baik. Akibatnya, siswa hanya mengandalkan tatap muka dan buku
teks, mereka kehilangan akses ke materi tambahan, media interaktif, atau
platform pembelajaran digital. Hal ini ikut menurunkan motivasi belajar dan
mempersempit kesempatan untuk mendapatkan pengalaman belajar yang
variatif.
Lebih luas: dalam artikel Digital Divide
in Education in North Maluku: The Technology Gap between Cities and Villages (Adam
dkk., 2025), penulis menyebut bahwa kesenjangan akses teknologi antara kota dan
desa masih nyata dalam keterbatasan perangkat, internet, serta rendahnya
literasi digital menyebabkan distribusi peluang belajar dan hasil akademik
menjadi tidak merata. Dari kasus-kasus ini bisa dilihat bahwa siswa di pedesaan
atau dari latar belakang ekonomi kurang beruntung meskipun punya semangat
belajar berhadapan dengan hambatan struktural (infrastruktur, internet,
perangkat). Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan nyata dalam kesempatan belajar
dan capaian akademik.
Berdasarkan literatur dan rekomendasi penelitian, beberapa solusi dapat diterapkan:a) Pemerataan infrastruktur: penyediaan akses internet yang layak dan stabil di daerah pedesaan atau daerah terpencil. Misalnya dari studi di daerah 3T dalam Analisis Kesenjangan Layanan Pendidikan Sekolah Dasar Antara Sekolah Perkotaan dan Daerah 3T di Indonesia disebut bahwa aspek infrastruktur dan distribusi layanan pendidikan perlu diperbaiki agar layanan di daerah terpencil sebanding dengan di perkotaan.
b) Subsidi
atau bantuan teknologi: memberikan perangkat (komputer, tablet, atau minimal
perangkat yang bisa dipakai untuk belajar digital) kepada siswa dari keluarga
kurang mampu agar mereka bisa mengakses materi pembelajaran digital. Ini
penting agar kesenjangan akses teknologi terekam dan teratasi. Ide ini sejalan
dengan gagasan yang muncul dalam literatur tentang bridging digital divide.
c) Meningkatkan
literasi digital baik bagi siswa maupun guru: memberikan pelatihan bagi guru
dan siswa untuk menggunakan teknologi secara efektif, sehingga bisa
memanfaatkan pembelajaran berbasis digital dengan optimal. Seperti yang disebut
dalam penelitian yang mengobservasi tantangan integrasi TIK di sekolah pedesaan
dan kota: tanpa literasi digital dan kompetensi guru, penyediaan perangkat saja
tidak cukup.
d) Model
pembelajaran campuran (blended learning) serta materi adaptif:
menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan materi digital sehingga siswa di
daerah dengan akses terbatas masih bisa mendapat mutu pendidikan memadai.
Pendekatan ini disarankan dalam kajian literatur tentang inklusi digital di pendidikan.
e) Kebijakan
dan program dari pemerintah atau pemangku kepentingan: dibutuhkan
kebijakan yang mendukung distribusi sumber daya, subsidi teknologi, dan
pemetaan kebutuhan daerah terpencil agar solusi bisa tepat sasaran. Rekomendasi
semacam ini muncul dalam banyak kajian tentang ketimpangan pendidikan di
Indonesia.
Simpulan
Berdasarkan keseluruhan, dapat
ditegaskan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pendidikan memang memiliki potensi
besar untuk memperkuat kualitas proses belajar, baik dari segi fleksibilitas
maupun efektivitas. Namun, optimalisasi tersebut masih terhambat oleh berbagai
faktor, terutama keterbatasan infrastruktur, rendahnya literasi digital
pendidik dan peserta didik, belum matangnya kebijakan sekolah, serta persoalan
sosial dan psikologis yang memengaruhi kesiapan serta konsentrasi belajar.
Ketimpangan akses perangkat dan
jaringan internet, khususnya di wilayah 3T menjadi penyebab utama terjadinya
kesenjangan mutu pembelajaran digital. Di samping itu, kemampuan digital yang
belum merata membuat teknologi belum sepenuhnya dapat diintegrasikan secara
produktif dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi ini berdampak pada perbedaan
hasil belajar antar daerah serta tidak optimalnya pengalaman belajar berbasis
teknologi.
Dengan demikian, peningkatan pemanfaatan teknologi pendidikan menuntut langkah strategis yang lebih komprehensif, meliputi pemerataan infrastruktur, penyediaan perangkat bagi peserta didik yang membutuhkan, penguatan kompetensi digital guru, penataan ulang kebijakan sekolah, dan penerapan pendekatan pembelajaran yang lebih adaptif. Upaya tersebut diperlukan agar teknologi dapat diintegrasikan secara efektif, inklusif, dan berkelanjutan dalam sistem pendidikan.
Referensi:
https://upy.ac.id/berita/tantangan-terbesar-dunia-pendidikan-di-era-teknologi-dan-perkembangan-ai/
https://kuanta.id/peran-teknologi-pendidikan-dalam-meningkatkan-kualitas-belajar-di-era-digital/
https://pemerintahan.uma.ac.id/2024/02/peran-teknologi-dalam-pendidikan-di-indonesia/
https://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/PSNPD/article/download/1041/755
https://smpit.almultazam.sch.id/2022/11/pentingnya-teknologi-dalam-dunia-pendidikan/
https://mahasiswaindonesia.id/pembelajaran-daring-atau-e-learning-efektif-atau-tidak/
https://doi.org/10.23887/jppp.v7i3.69790
https://doi.org/10.33084/bitnet.v10i2.9971
https://doi.org/10.59535/sehati.v3i1.451
https://www.cloudcomputing.id/pengetahuan-dasar/apa-itu-digital-divide
https://e-journal.my.id/proximal/article/view/2753/1915
https://ejournal.cahayailmubangsa.institute/index.php/sindoro/article/view/1064
.jpg)
Komentar
Posting Komentar