[Rekomendasi Buku] : Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
Judul : Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
Penulis : Alvi Syahrin
Penerbit :
Gagas Media
Tahun Terbit :
2019
Tempat Terbit :
Jakarta
Jumlah Halaman : 236 halaman
A. Sinopsis
Di
Novel ini menceritakan tentang bagaimana mengatasi masalah-masalah yang hadir
di kehidupan. Berisi tentang asa yang tetap harus berkobar walaupun tidak sesuai
ekspektasi dan rencana. Berbicara masalah mau jadi apa dan siapa, hal ini bisa
dibilang merupakan perkara yang mudah. Berbeda dengan kenyataan sekarang, yang
mulai memikirkan masa depan, mau jadi apa dan siapa? Setelah cukup dewasa
akhirnya banyak mengerti dan belajar bahwa menjadi dewasa itu tidaklah mudah,
rasanya terkadang ingin kembali ke masa kecil.
Apa
yang membuat kamu hari ini khawatir? Akankah harus memikirkannya dari sekarang?
Dapatkah kita pikirkan dengan logika sendiri? Segala yang meresahkan, termasuk
tujuan masa depan, hanya dapat kita angankan dan harapkan, selebihnya adalah
pasrahkan.
Pada
lembar awal menceritakan tentang masa depan atas ekspetasi. Membandingkan kisah
hidup sendiri dengan kehidupan orang lain. Memasang standar kesuksesan orang
lain yang diciptakan oleh media atau berita untuk menjadi target kesuksesan
diri sendiri. Didalam buku ini, Sang penulis mengisahkan perjalanannya membuka
pintu kesuksesan. Melihat dari sudut pandang yang berbeda bahwa kesuksesan
bukan darimana latar pendidikannya tapi bagaimana kualitas lulusannya.
Kuliah
diluar negeri yang menurut pandangan orang lain keren dan memiliki stigma pasti
sukses. Nyatanya, kuliah di luar negeri tidak akan menjamin kesuksesan.
Berjuang dengan menjalani, berusaha, berdoa, dan yakinlah Tuhan pasti
memberikan sesuatu yang terbaik untuk diri kita.
Sang
penulis merasakan bahwa selama menjalani hidup, kita tidak bisa menghendaki
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tidak semua permintaan harus dikabulkan.
Tuhan lebih tau mana yang terbaik untuk kita. Sang Penulis menceritakan
berbagai kegagalan yang dilaluinya dan percaya bahwa pada tujuan akhir pasti
ada hikmahnya. Mungkin tidak sekarang melainkan nanti disaat yang tepat. Sang
penulis mengartikan kegagalan adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi mimpi
bukan hanya duduk diam dan menatap pasrah. Namun, kita harus membuka hati,
melihat peluang, mencoba berbagai hal, dan memberikan opsi-opsi baru.
Buku
berjudul “Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa” berisi berbagai masalah mahasiswa
di perkuliahan seperti ketika merasa salah jurusan dan ingin menyerah.
Pandangan negatif masyarakat tentang kuliah. Banyak orang yang bilang kuliah
tidak penting. Namun, buku ini mengubah stigma tersebut. Kuliah penting, tetapi
tak menjamin kesuksesan seseorang. Selain membahas dunia perkuliahan, prestasi
dan penolakan juga menjadi topik didalam buku ini. Buku ini menceritakan bahwa
menjadi orang yang rata-rata tidak jadi masalah. Hidup itu misterius. Kita tak
pernah tahu kemana masa depan akan membawa kita.
Penulis
juga memberikan pandangan terkait beberapa profesi pekerjaan yang memiliki
keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Sang penulis menceritakan kisahnya
saat mencari pekerjaan. Melewati berbagai macam penolakan, menghabiskan waktu
luang dengan mengambil beberapa kursus, menjadi sukarelawan, dan mendaftar
beasiswa S2 diluar negeri. Penulis menemukan hikmah dari adanya penolakan dan
berbagai macam kegiatannya tergantikan dengan penerimaan yang jauh lebih baik
dari apa yang diharapkan.
Steve
Jobs tidak bangun dari tidurnya, lalu berkata “Aku akan jadi penemu Apple.”
Seperti orang-orang lain, dia memulai kisahnya tanpa tahu apa-apa. Buruknya
lagi, dia tersesat dalam jurusan kuliah yang dia bahkan tak tahu apakah ada
arti untuknya. Tak tahu mau jadi apa. Tak tahu apakah kuliah ini bisa
membantunya. Steve Jobs merasa tak enak hati menghabiskan uang orangtuanya
untuk kuliah. Jadi, dia memutuskan untuk keluar. Tanpa tahu akan jadi apa.
Namun, bukan berarti dia berhenti belajar, di tetap belajar. Mempelajari
hal-hal yang bisa dia pelajari. Mengambil kelas-kelas yang bisa diambilnya. Di
sana Steve Jobs belajar kaligrafi, belajar tentang jenis huruf serif dan
sans-serif menentukan celah yang tepat untuk setiap huruf dan hal-hal teknikal
seputar tipografi. Steve Jobs menekuninya tanpa tahu akan jadi apa. Memang, ini
tak ada hubunganyya dengan Apple. Namun, sepuluh tahun kemudian, saat Steve
Jobs dan rekannya hendak mendesai Macintosh pertama, seluruh pelajaran yang dia
dapatkan sepuluh tahun lalu di kelas kaligrafi ini menginspirasinya untuk
membuat komputer dengan tipografi paling indah. Bahkan, jejak-jejak itu masih
bisa kita rasakan pada awal peluncuran iPhone. Dia tak tahu mau jadi apa,
tetapi dia mencoba ini itu, mempelajari ini itu. Mungkin, dia bahkan lupa
bermimpi. Yang dia lakukan hanya melakukan apa yang dia lakukan. Benar-benar
menekuninya. Dan jadilah dia seperti hari ini, Steve Jobs yang kita kenal.
“Mungkin, hari ini, kamu ditolak. Tetapi, nanti, akan ada satu hari spesial. Yang membuatmu bergumam, “oh ini toh hikmahnya.” Lalu, semuanya menjadi terang dan indah. Sabar, butuh waktu.” (hlm 10) ~ Alvi Syahrin
B. Kelebihan
Alvi
Syahrin menuliskan buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa ini dengan gaya
bahasa sehari-hari yang santai layaknya sedang bercerita kepada seorang teman.
Cerita yang dipaparkan juga merupakan cerita pendek yang berdasarkan
padapengalaman sehari-hari. Kedua hal ini menjadikan buku ini sebagai buku
bacaan yang ringan dan mudah dimengerti. Buku ini dapat memberikan ketenangan
dengan hadir sebagai teman yang memiliki perjuangan yang sama dengan para pembaca.
Seluruh cerita yang dipaparkan Alvi Syahrin dalam buku ini juga sangat releva dengan masalah hidup yang seringkali ditemukan oleh masyarakat umum, terutama kaum muda yang sedang mencari jati diri. Sehingga buku ini sangat cocok untuk dibaca bagi pembaca yang sedang menemukan kesulitan dalam menjalani hidup sebagai seorang Mahasiswa, mengejar karir, dan sebagainya. Buku ini juga tidak hanya menyodorkan cerita yang relevan saja, melainkan juga bersifat reflektif, yaitu didalamnya terdapat beberapa pertanyaan yang dapat direnungkan dan menjadi refleksi bagi para pembacanya. Dibalik kesederhanaan buku ini juga terdapat nilai dan makna yang sangat mendalam.
C. Kekurangan
Buku
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa ini mengandung nuansa islami yang cukup
kental, didalamnya terdapat beberapa penggunaan ayat Al-Quran dan hadist. Hal
ini tentunya menimbulkan kesan bahwa buku ini mengarah pada teologi dan kurang
relevan bagi para pembaca yang beragama non-muslim, karena tidak memiliki
pengetahuan akan hal itu. Selain itu, meskipun buku ini dapat dianggap sebagai
teman yang dapat memberikan ketenangan, buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa
ini dianggap kurang solutif. Jadi, bagi para pembaca yang ingin menemukan
solusi atas masalah yang dihadapi, buku ini tidak memiliki jawabnnya.
Komentar
Posting Komentar