[Pengkajian]: Student Loan di Indonesia: Menjawab Kesenjangan Akses Pendidikan Tinggi atau Menambah Beban Lulusan?
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mewujudkan kemerdekaan dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Prof. Nizam mengenai tingginya rata-rata biaya pendidikan
tinggi di Indonesia yang mencapai Rp28.000.000 per mahasiswa,
mencerminkan tantangan nyata dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan.
Menghadapi kondisi tersebut, diperlukan mekanisme pembiayaan yang mampu
menjawab kesenjangan ekonomi tanpa menghambat partisipasi mahasiswa dalam
pendidikan tinggi. Salah satu alternatif yang banyak diterapkan di berbagai
negara dan mulai menjadi perhatian di Indonesia adalah skema student loan
atau pinjaman pendidikan. Skema ini memungkinkan mahasiswa menempuh pendidikan
terlebih dahulu dan melunasi biaya setelah memasuki dunia kerja.
Student loan adalah program pinjaman yang
ditujukan untuk membiayai pendidikan tinggi bagi mahasiswa. Menurut Cambridge
Dictionary, istilah ini mengacu pada perjanjian di mana seorang mahasiswa
meminjam dana untuk mendukung biaya kuliahnya dan kemudian melunasinya setelah
lulus atau mulai bekerja. Kemendikbudristek berencana meluncurkan skema student
loan ini pada Agustus atau September 2025.
Pemerintah melalui Kemendikbudristek sedang menjajaki
skema pinjaman ini untuk membantu mahasiswa mengatasi biaya pendidikan yang
semakin tinggi. Skema ini akan melibatkan perbankan dan Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP). Kredibilitas hal ini semakin ditegaskan melalui
kolaborasi antara perusahaan fintech dan Institut Teknologi Bandung
(ITB), serta pernyataan resmi dari Menteri Keuangan Indonesia dalam Konferensi
Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024.
Bagaimana Cara Kerja Student Loan?
Secara umum, cara kerja student loan terdiri dari beberapa
tahap:
1. Pengajuan Pinjaman
Mahasiswa mengajukan pinjaman dengan
melampirkan dokumen pendukung, seperti bukti penerimaan di perguruan tinggi,
identitas diri, dan slip penghasilan orang tua atau peminjam.
2. Pencairan Dana
Jika disetujui, dana akan langsung
diberikan kepada institusi pendidikan atau ke rekening mahasiswa tergantung
kebijakan penyedia pinjaman. Dana ini bisa digunakan untuk membayar UKT,
membeli buku, dan biaya hidup.
3. Masa Studi
Selama masa kuliah, mahasiswa tidak
diwajibkan membayar cicilan pokok atau bunga sehingga mereka dapat fokus
menyelesaikan pendidikan tanpa tekanan finansial.
4. Masa Tenggang (Grace Period)
Banyak skema student loan yang
memberikan masa tenggang, yaitu waktu di mana mahasiswa tidak perlu membayar
apa pun sampai lulus dan memperoleh penghasilan tetap. Hal ini bertujuan supaya
mahasiswa tidak terbebani secara finansial saat masih kuliah.
5. Skema Pembayaran Kembali
Umumnya ada dua model utama:
a. Bunga tetap/cicilan tetap (Fixed-term loan):
Mahasiswa membayar cicilan dengan nominal tetap selama jangka waktu tertentu.
b. Pinjaman bergantung pada pendapatan (Income-contingent
loan): Cicilan dihitung berdasarkan persentase penghasilan setelah lulus.
Semakin tinggi gaji, maka semakin besar cicilan yang dibayar.
Kelebihan Student Loan:
a. Membuka akses pendidikan untuk semua kalangan.
Mahasiswa dari keluarga menengah ke
bawah tetap bisa mengenyam pendidikan tinggi tanpa harus menunda kuliah karena
alasan biaya.
b. Beban finansial ditangguhkan.
Student loan ini pembayarannya
dimulai setelah lulus, jadi mahasiswa bisa lebih fokus menyelesaikan studi
tanpa harus bekerja keras membayar UKT selama kuliah.
c. Mendorong peningkatan SDM.
Semakin banyaknya lulusan perguruan
tinggi, tentu akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
nasional.
d. Pembayaran berbasis pendapatan lebih adil.
Model ini sudah digunakan di negara-negara
seperti Inggris dan Australia yang terbukti lebih ringan dan manusiawi
dibandingkan sistem bunga tetap yang kaku.
Kekurangan dan Risiko Student Loan:
Meski demikian, sistem student loan tidak lepas dari sejumlah
kelemahan dan risiko yang juga penting untuk diperhatikan:
a. Risiko beban utang jangka panjang yang dapat
mengganggu keuangan pribadi lulusan, apalagi jika belum mendapat pekerjaan yang
layak.
b. Bunga pinjaman (jika tinggi) bisa memperberat
total cicilan. Jika skema pinjaman tidak dikontrol, bunga yang tinggi justru
dapat mempersulit mahasiswa dalam melunasi pinjaman.
c. Risiko gagal bayar yang dapat berdampak pada
reputasi kredit dan stabilitas finansial lulusan. Jika setelah lulus mahasiswa
sulit mendapatkan pekerjaan atau penghasilannya rendah, maka pembayaran
pinjaman pun jadi masalah serius.
d. Kurangnya regulasi jelas di Indonesia. Saat ini,
sistem student loan di Indonesia masih sporadis, belum ada kebijakan
nasional yang kuat dan terintegrasi.
Rencana Student Loan di Indonesia menuai berbagai respons negatif dan positif dari masyarakat Indonesia. Di media sosial, sebagian menyambut positif kebijakan ini sebagai solusi yang relevan terhadap permasalahan biaya pendidikan tinggi. Namun, tidak sedikit yang mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari beban utang.
“Saya sangat setuju. Namun untuk pada prakteknya perlu ada kajian yang lebih dalam, supaya tidak menciptakan masalah di kemudian hari. Sejatinya negara hadir untuk memenuhi amanat dari tujuan nasional dalam UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pinjaman pendidikan negara sebagai upaya untuk mewujudkan” (Sumber: komentar Instagram pada akun @junaldi_jfr).
“Gak semua orang setuju sih menurut aku karna Student loan bisa bisa aja jdi beban finansial yang berat jika mahasiswa atau pelajar kesulitan melunasi pinjaman setelah lulus, terutama jika tidak segera mendapatkan pekerjaan yang memadai, bagaimana nantinya kedepannya?” (Sumber komentar Instagram pada akun @yuried_03).
Dari kalangan akademisi, Dokter Amirah Wahdi
menegaskan bahwa pendidikan adalah kewajiban negara sesuai UUD 1945 dan
mengkritik student loan: “Sekali kalian berhutang untuk kuliah, dengan gaji
di Indonesia yang kaya gini… itu sama dengan vonis utang seumur hidup” (Sumber:
cuitan X pada akun @AmirahWahdi pada Jumat, 14 Maret 2025).
Di sisi lain, mantan peneliti dari Smeru Institute
yang melakukan pemodelan soal penerapan pinjaman pendidikan di Indonesia, Elza
Samantha Elmira, justru berargumen bahwa pinjaman pendidikan dapat memperluas
peluang bagi mereka yang tidak lolos seleksi beasiswa dan tidak mampu
berkuliah. “Dibanding pakai Bidikmisi yang selektif dan sulit ditembus
misalnya, bisa pakai pinjaman pendidikan. Jadi, semua orang dengan penghasilan
terendah bisa punya peluang yang sama untuk mengakses perguruan tinggi”
kata Elza.
Berdasarkan kajian ini, dapat disimpulkan bahwa student loan berpotensi menjadi salah satu alternatif strategis dalam mengatasi ketimpangan akses pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, untuk memastikan kebijakan ini benar-benar efektif diperlukan desain atau konsep yang matang, regulasi yang komprehensif, serta pengawasan pelaksanaannya secara ketat. Indonesia juga perlu belajar dari pengalaman negara lain yang sudah menerapkan sistem student loan seperti Amerika, Inggris, atau bahkan Kanada. Di atas segalanya, prinsip bahwa pendidikan adalah hak bukan komoditas harus tetap menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan yang diambil.
Referensi
https://economics.pubmedia.id/index.php/jmsd/article/view/318/259
https://share.google/r9iYKgnrRBQmtMu3P
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c6pxnmn8z1eo
https://share.google/34GU33E7DpCvyIRkP
https://share.google/woznfwVyyn3dIkkcE
https://tazkia.ac.id/berita/populer/899-apa-itu-student-loan
https://share.google/BMFFLSIorWEZIk5k0
https://share.google/MCDDBN44GgudNldVm
https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/10/16/pendidikan-bukan-komoditas-2
https://share.google/a4oy7NHS910jImrlH
https://tazkia.ac.id/berita/populer/900-dampak-student-loan-bagi-mahasiswa-indonesia
https://share.google/mjkvvc60WrrkiL45R
Komentar
Posting Komentar