Melati



Karya : Diah Ratna Juwita

Namaku Gideon, anak kampus memanggilku Dion. Aku cowok tetganteng, tertajir, dan terplayboy. Mantanku ada 99, semuanya cantik. Tapi sekarang aku bukan Dion yang dulu. Sekarang aku setia, suka menabung buat masa depan. Hehehe
Alasan kenapa sekarang aku berubah adalah karena Melati. Sungguh, dia adalah wanita ke-100 yang pernah kumiliki dan akan jadi yang terakhir. Wajahnya yang cantik, berambut panjang, kulitnya putih, tubuh semampai, dan kepribadiannya ini membuatku tergila-gila.
Besok tanggal 14 Februari, tepat 1 tahun dia menghiasi hari-hariku. Aku berniat untuk melamarnya. Memasangkan cincin di jari manisnya dan mengajaknya ke rumahku. Asal kalian tahu, selama hamper 1 tahun ini, Melati belum pernah aku antarkan pulang ataupun main ke rumahku. Jadi kita hanya janjian di taman dekat kampus. Aku juga heran, tapi mari kita buktikan. Besok pasti dia memintaku datang ke taman.
Esok telah tiba, tidurku rasanya belum puas. Tapi kotak cincin di meja belajarku membuatku semangat, dan bergegas mandi sampai wangi. Kupandang layar handphone, ternyata ada pesan dari wanitaku, Melati.
“Sayang, selamat pagi. Jangan lupa mandi, sikat gigi.”
Aku hanya bisa tersenyum gemas, tak sabar ingin mencubit pipinya. Setelah sampai di taman, kupercepat langkah kakiku ketika kulihat senyum manis di bangku ujung taman. Kuselipkan bunga Melati di telinganya.
“Melati, kamu canti banget hari ini”, kataku.
“Masa sih? Gombal ah!”, jawabnya malu-malu. Kulihat pipinya merah.
“Tau nggak tanggal ini tanggal berapa? Setahun yang lalu aku nembak kamu disini.”, ungkapku mencoba mengingatkan kembali kejadian setahun silam.
“Hehehe , iya aku tau kok, yang kamu pakai sepatu kebalik kan?”, Melati tertawa geli.
Sungguh aku sangat bahagia melihat senyum di wajahnya. Ingin sekali aku mencubit pipinya. Tapi tiba-tiba aku ingat sesuatu. Cincin lamaran masih di jok motor. Maklum ya, cowok tuh males banget bawa-bawa tas. Paling Cuma dompet yang aku bawa selain bawa diri sih. Hehe
“Sayang tunggu sebentar ya. Tadi aku beli siomay tapi tertinggal di motor”, alibiku.
Dia mengangguk. Aku berlari girang menuju parkiran. Sambil bersenandung merdu, aku rasa aku benar-benar dimabuk cinta. Hehehe
Sesampainya disana, aku bersyukur karena cincinnya tidak tertinggal. Kupandangi cincin berlapis emas yang aku beli dari hasil usahaku sendiri, bukan hasil minta sama papah lah ya.
“Dion!”, suara seseorang mengagetkanku.
“Indah! Bikin kaget aja ih. Aku kira setan.”
“Aku boleh bilang sesuatu gak?”, katanya sambil clingukan.
“Tinggal bilang kok apa susahnya Ndah? Yuk buruan. Aku udah ditungguin nih.”, aku tak sabar.
“Tadi aku merhatiin kamu di taman sendirian aja? Beneran cuman sendiri? Kok ini bilang ada yang nungguin?”, Indah bertanya dengan penasaran.
“Enggak kok aku sama pacarku.”
“Pacar yang ke berapa nih?”, Indah heran.
Ini pertanyaan atau sindiran? Punya temen ngeselin banget.
“Pacar terakhir aku”, jelasku.
“Hahaha aku serius soalnya daritadi aku liat kamu ngomong sendiri.”
Aku kaget bukan main. Tapi ketika kulihat ke bangku taman, senyum Melati masih terpampang jelas.
“Sumpah aku nggak sendirian. Itu Melati disana. Apa kamu nggak liat? Itu Ndah!, telunjukku tak hentinya terangkat.
Indah lemas. Katanya pacarku “hantu”. Aku nggak percaya. Mana ada hantu cantik seperti bidadari? Indah bilang, sudah banyak cowok ganteng di kampus ini yang jadi mantan pacarnya. Melati meninggal 10 tahun lalu karena bunuh diri diselingkuhi pacarnya. Makanya dia balas dendam dan gentayangan di taman ini.
Kulihat Melati masih menatapku sambil tersenyum di bangku taman. Kemudian dia pergi, berjalan perlahan meninggalkan tempat itu sambil melambaikan tangan padaku.
Saat itu, kakiku kaku, mulutku membisu. Ingin ku teriak “Melati jangan pergi!”, tetapi tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Aku benar-benar tidak bisa meninggalkannya. Apakah aku harus menyusulnya? Ke alam lain?

Tamat


Komentar

Postingan Populer